TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti geofisika laut dari Pusat Penelitian Oseanografi Lembaga Ilmu Pengatahuan Indonesia (LIPI), Nugroho Dwi Hananto, menjelaskan bahwa ada dua dugaan penyebab tsunami Palu, Sulawesi Tengah, yang terjadi pada, Jumat, 28 September 2018.
Baca juga: Gempa dan Tsunami Palu, Korban Meninggal 2.010 Orang
Dugaan pertama, pergerakan vertikal dasar laut yang dipicu oleh gempa. Hal ini mungkin akibat penerusan sesar Palu-Koro ke arah laut yang diamplifikasi oleh batimetri yang curam dan bentuk Teluk Palu itu sendiri. Dugaan kedua adanya longsoran bawah laut.
"Secara umum yang dibahas oleh para ahli belakangan ini adalah gempa sesar mendatar tidak efektif untuk membangkitkan tsunami," ujar Nugroho melalui pesan singkat, Rabu, 10 Oktober 2018.
Baca juga: Gempa dan Tsunami Palu, Polri Tangkap Lagi 20 Tersangka Penjarah
Ada beberapa lembaga yang melakukan riset untuk menemukan bukti-bukti longsoran bawah laut, terutama soal lokasinya dan berapa volumenya. Ada dua tim yang melakukan itu, tim darat melakukan survei landsan tsunami dan tim laut pemetaan batimetri.
Tim tersebut melibatkan LIPI, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Universitas Trisakti, Universitas Hassanuddin dan Universitas Tadulako. Dengan support dari Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) dan Ikatan Sarjana Oseanologi Indonesia (ISOI) serta Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman.
"Untuk tim laut kita memetakan dasar laut dari Teluk Palu hingga menelusuri sesar Palu-Koro ke laut untuk mencari bukti-bukti adanya longsor bawah laut, atau bentuk morfologi lain yang menunjukkan adanya deformasi vertikal. Sementara tim darat mengukur landsan tsunami, tingginya, dan sebarannya serta wawancara masyarakat. Ada juga yang mencari bukti-bukti tsunami purba," kata Nugroho, yang menjadi anggota riset tersebut.
Baca juga: Situasi Bandara Mutiara 12 Hari Setelah Gempa dan Tsunami Palu
Selanjutnya: Tebing bawah laut yang curam...